Artikel

Hak Hukum Isteri Ketika Diceraian Suami

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Ketika suami mengajukan permohonan cerai ke pengadilan, maka pihak isteri perlu memperhatikan hak-hak hukumnya.

Pada dasarnya ketika suami mengajukan permohonan cerai terhadap isteri, maka pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan yang layak kepada mantan isteri.

Pasal 41 huruf c UU Perkawinan :

“ Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.”

Adapun hak-hak hukum isteri yang dapat dituntut nantinya adalah : 

1. Hak Mendapatkan Nafkah / Biaya Penghidupan

Ketika diajukan permohonan cerai oleh suami, maka anda (isteri) memiliki hak untuk menuntut nakfah atau biaya penghidupan.

Untuk yang beragama Islam, maka terdapat beberapa jenis istilah nafkah yang dapat tuntut, yaitu :

  1. Nafkah Madlyah adalah nafkah yang belum dilaksanakan atau dilalaikan oleh suami terhadap isteri dan anaknya pada waktu lampau atau ketika masih melangsungkan perkawinan. Oleh karena itu, mantan isteri berhak meminta nafkah tersebut kepada mantan suaminya di pengadilan.
  2. Nafkah Mut’ah adalah pemberian uang atau benda lainnya dari mantan suami kepada mantan isteri akibat adanya permohonan cerai.
  3. Nafkah Iddah adalah nafkah yang wajib diberikan mantan suami kepada mantan isteri selama masa iddah. Biayanya pemberian nafkah ini berlangsung selama 3 s/d 6 bulan.
  4. Nafkah Untuk Anak adalah nafkah yang wajib diberikan mantan suami terhadap mantan isteri untuk kebutuhan anak mulai dari biaya hidupnya sampai dengan bianya sekolahnya.

Untuk yang beragama selain Islam, tetap memiliki hak menuntut nafkah atau biaya penghidupan kepada mantan suaminya yang telah mengajukan permohonan cerai, walaupun tidak memakai istilah-istilah sebagaimana disebutkan diatas.

2. Hak Mendapatkan Hak Asuh Anak

Isteri berhak meminta hak asuh anak, terutama bagi anak-anak yang belum berumur 12 (dua belas tahun).

Dalam Pasal 105 huruf a  Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan:

 “Dalam hal terjadinya perceraian Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz ( belum berumur 12 tahun) adalah hak ibunya.”

Ketentuan ini tidak hanya berlaku bagi bagi mereka yang bercerai di Pengadilan Agama, namun juga bagi mereka yang bercerai di Pengadilan Negeri.

3. Hak Mendapatkan Pembagian Harta Bersama (Gono-Gini) 

Pembagian harta bersama (gono-gini) merupakan salah satu hak yang dapat dituntut isteri apabila diceraikan oleh suami.

Harta bersama (gono gini) dapat diartikan sebagai harta yang diperoleh suami dan isteri secara bersama-sama selama dalam ikatan perkawinan.

Dasar hukum harta bersama (gono gini) adalah sebagai berikut :

Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan :

“Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.”

Apabila terjadi suatu perceraian, maka mantan isteri berhak menuntut harta bersama tersebut, walaupun dalam kenyataannya suami adalah pihak yang paling banyak bekerja serta menghasilkan uang serta harta benda.

Adapun tata cara pembagian harta gono gini adalah ½ (satu perdua) untuk suami, dan ½ (satu perdua) untuk isteri.

Namun, pengajuan permohonan pembagian harta bersama (gono gini) ini hanya dapat dilakukan ke Pengadilan setelah permohonan/gugatan cerai dikabulkan oleh majelis hakim.

______

Apabila anda ingin berkonsultasi mengenai gugatan / permohonan perceraian, hak asuh anak serta pembagian harta bersama (gono-gini) di pengadilan, silahkan hubungi kami legalkeluarga.id melalui  Telepon/ WhatsApp  0813-8968-6009 atau Email klien@legalkeluarga.id

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp
WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?