Artikel

Pencabutan Hak Asuh Anak Oleh Ayah di Pengadilan

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Bila terdapat pasangan suami isteri yang bercerai dan memiliki anak, maka apabila anak tersebut belum dewasa, kemungkinan besar hak asuh anak akan jatuh kepada Ibu dari anak-anak tersebut.

Terdapat beberapa alasan hukum hak asuh anak akan jatuh kepada ibu dari anak apabila terjadi perceraian.

Untuk mereka yang beragama Islam dan bercerai di Pengadilan Agama didasarkan aturan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) :

” Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya.”

Sedangkan untuk mereka yang beragama Non muslim dan bercerai di Pengadilan Negeri didasarkan beberapa Yurisprudensi, salah satunya Putusan MA RI No. 126 K/Pdt/2001 tanggal 28 Agustus 2003 :

“Bila terjadi perceraian, anak yang masih di bawah umur pemeliharaannya seyogiyanya diserahkan kepada orang terdekat dan akrab dengan si anak yaitu Ibu”

Namun, tidak menutup kemungkinan didasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum lainnya Pengadilan dapat berpendapat lain sehingga menyebabkan hak asuh anak beralih kepada ayah dan bukan kepada ibu-nya.

Bila hak asuh anak jatuh kepada Ibu dari anak, Bolehkah ayah membatalkannya ?

Pemberikan hak asuh anak kepada ibu tidaklah bersifat tetap. Artinya, apabila terdapat alasan-alasan hukum yang rasional untuk tidak memberikan hak asuh anak ke ibu, maka hak asuh anak dapat beralih kepada ayah dari anak tersebut.

Dalam praktek, biasanya ayah dari anak melakukan upaya hukum “pembatalan/ pencabutan hak asuh anak dari ibu” apabila seorang ayah tersebut merasa selama anak diasuh oleh ibu dari anak tidak mendapat perlakuan yang baik.

Aturan hukum yang mendasari melakukan pembatalan/pencabutan hak asuh anak tersebut adalah Pasal 30 UU 23  Tahun 2002 Jo. UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

  1. Dalam hal orang tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, melalaikan kewajibannya, terhadapnya dapat dilakukan tindakan pengawasan atau kuasa asuh orang tua dapat dicabut.
  2. Tindakan pengawasan terhadap orang tua atau pencabutan kuasa asuh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui penetapan pengadilan.

Pasal 156 huruf c KHI :

” Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaann kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula.”

Salah satu kasus yang dapat dijadikan rujukan dimana hak asuh anak dari ibu dicabut oleh pengadilan dengan dasar permohonan dari seorang ayah adalah Putusan No. 3567/Pdt.G/2016/PA.JT di Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Pertimbangan hukum majelis hakim ketika itu adalah sebagai berikut :

” Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, gugatan Penggugat dipandang cukup beralasan. Dengan demikianMajelis Hakim dengan merujuk kepada ketentuan yang tercantum dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Pasal 156 huruf (e) Kompilasi Hukum Islam, maka gugatan Penggugat untuk memohon pencabutan hak asuh anak (hadhanah) terhadap Tergugat dapat dikabulkan.”

_______

Apabila anda ingin berkonsultasi mengenai mekanisme gugatan hak asuh anak atau permohonan pencabutan hak asuh anak di Pengadilan, silahkan hubungi kami legalkeluarga.id melalui :

Telepon/ WhatsApp : 0813-8968-6009 atau

Email klien@legalkeluarga.id

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp