Perceraian tidak hanya memengaruhi hubungan pasangan, tetapi juga membawa akibat hukum bagi anak. Karena itu, orang tua perlu memahami aturan tentang hak asuh anak setelah perceraian agar dapat melindungi kepentingan anak secara maksimal.
Hak asuh atau hadhanah mencakup kewajiban mengasuh, memberi makan, mendidik, serta merawat anak. Indonesia mengatur hak asuh melalui dua ketentuan utama, yaitu UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Akibat Hukum Perceraian terhadap Anak
Pasal 41 UU Perkawinan menjelaskan bahwa perceraian membawa beberapa akibat penting terhadap anak, yaitu:
- Ibu dan bapak tetap wajib memelihara dan mendidik anak, berdasarkan kepentingan terbaik bagi anak. Apabila terjadi perselisihan, pengadilan akan menentukan siapa yang lebih berhak.
- Ayah bertanggung jawab atas biaya pemeliharaan dan pendidikan anak. Bila ayah tidak mampu, maka pengadilan dapat mewajibkan ibu ikut menanggung biaya tersebut.
- Pengadilan dapat mewajibkan mantan suami memberikan biaya hidup bagi mantan istri dan/atau kewajiban lain sesuai kondisi keluarga.
Selanjutnya, Pasal 149 KHI menegaskan bahwa ketika perceraian terjadi karena talak, mantan suami memiliki kewajiban sebagai berikut:
- Memberikan mut’ah yang layak bagi mantan istri.
- Memberikan nafkah, tempat tinggal, dan pakaian selama masa iddah.
- Melunasi mahar yang masih terutang.
- Memberikan biaya hadhanah bagi anak yang belum berusia 21 tahun.
Aturan Hak Asuh Anak Setelah Perceraian
Secara umum, UU Perkawinan menyebut bahwa hak asuh dapat berada pada ayah atau ibu. Namun, jika orang tua berselisih, pengadilan akan menentukan siapa yang lebih layak mengasuh anak sesuai kepentingan terbaik anak.
Hak Asuh Menurut KHI
Pasal 105 KHI mengatur lebih rinci:
- Anak yang belum berumur 12 tahun (belum mumayyiz) berada dalam pengasuhan ibunya.
- Anak yang sudah mumayyiz diberi hak memilih apakah ingin tinggal bersama ayah atau ibu.
Dalam banyak kasus, anak yang belum berusia 12 tahun biasanya lebih membutuhkan perhatian dan kedekatan emosional dari ibu. Karena itu, pengadilan sering menyerahkan hak asuh kepada ibu, kecuali terdapat keadaan yang membahayakan anak.
Pemindahan Hak Asuh Jika Ibu Tidak Layak
KHI juga mengatur bahwa pengadilan dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain bila pemegang hak asuh tidak mampu menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak. Misalnya, jika pengasuhan tidak aman atau terdapat risiko yang mengganggu tumbuh kembang anak.
Biaya Pemeliharaan Anak Setelah Perceraian
Biaya pemeliharaan anak menjadi tanggung jawab ayah menurut UU Perkawinan. Namun, apabila ayah tidak mampu, pengadilan dapat meminta ibu ikut menanggungnya.
Selain itu, Pasal 156 KHI menegaskan bahwa biaya hadhanah dan nafkah anak sepenuhnya menjadi tanggung jawab ayah, minimal sampai anak berusia 21 tahun atau telah mandiri.
Karena itu, meskipun hak asuh berada pada ibu, mantan suami tetap wajib memberikan biaya pemeliharaan anak, selama kemampuannya memungkinkan.
Kesimpulan: Siapa yang Berhak atas Hak Asuh Anak?
- Anak di bawah 12 tahun → umumnya diasuh oleh ibu.
- Anak di atas 12 tahun → diperbolehkan memilih ingin tinggal bersama ayah atau ibu.
- Pengadilan dapat menentukan pihak lain jika pengasuhan tidak layak.
- Ayah tetap bertanggung jawab memberikan nafkah dan biaya pendidikan anak.
Dengan demikian, penentuan hak asuh selalu berfokus pada kepentingan terbaik bagi anak, bukan semata-mata keinginan orang tua.
Konsultasi Hak Asuh Anak dengan Legal Keluarga
Jika Anda membutuhkan penjelasan lebih detail tentang hak asuh anak setelah perceraian atau ingin mengajukan gugatan terkait hak pengasuhan, Legal Keluarga siap membantu Anda.
📞 Telepon/WhatsApp: 0813-8968-6009
📧 Email: klien@legalkeluarga.id