Artikel

Perjanjian Pra Nikah Lupa Dicatatkan, Apakah Batal ?

Perjanjian pra nikah adalah perjanjian yang dibuat oleh calon suami dan calon isteri sebelum melangsungkan perkawinan dengan tujuan memisahkan harta mereka selama berlangsungnya perkawinan.

Pemisahan harta ini dilakukan agar dikemudian hari apabila timbul suatu perceraian tidak ada pembagian harta bersama (gono gini) karena telah dibuatnya perjanjian pra nikah tersebut.

Menurut Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan, perjanjian pra nikah wajib dicatatkan (disahkan) oleh Pagawai Pencatat Perkawinan.

Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.”

Umunya pencatatan (pengesahan) perjanjian pra nikah dilakukan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri.

Dalam perkembangannya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan No.69/PUU-XIII/2016, sehingga pembuatan perjanjian pra nikah tersebut dapat dibuat dalam 2 (dua) waktu :

  1. Sebelum perkawinan berlangsung (prenuptial agreement), serta
  2. Setelah perkawinan dilangsungkan (postnuptial agreement).

Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut, maka istilah “perjanjian pra nikah”  tidak cocok digunakan lagi, namun diganti menjadi “perjanjian perkawinan”, sebab istilah “perjanjian pra nikah” menunjukan makna kewajiban membuat perjanjian sebelum perkawinan berlangsung, sedangkan istilah “perjanjian perkawinan”  menunjukan makna kewajiban membuat perjanjian tidak hanya sebelum berlangsungnya perkawinan, namun juga dapat dibuat setelah perkawinan berlansung.

Tata Cara Pembuatan Perjanjian Perkawinan

Pembuatan “Perjanjian Perkawinan” pada dasarnya dibuat dihadapan notaris. Setelah dibuat dihadapan notaris, maka tahap selanjutnya adalah dicatatkan.

Untuk yang beragama Islam, pencatatan perjanjian perkawinan yang dilakukan sebelum melangsungkan perkawinan atau setelah melangsungkan perkawinan dilakukan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah (PPN), dibawah Kementerian Agama. Hal ini seusai dengan Surat Kementerian Agama RI No. B.2674/DJ.III/KW.00/9/2017, Perihal Pencatatan Perjanjian Perkawinan, tertanggal 28 September 2017.

Adapun dokumen administrasi yang wajib dilengkapi, seperti :

  1. Foto Copy KTP,
  2. Foto Copy Kartu Keluarga (KK),
  3. Foto Copy Akta Perjanjian Perkawinan yang dibuat di Notaris dan telah dilegalisir,
  4. Buku Nikah Suami dan Isteri, (Wajib bagi mereka membuat perjanjian perkawinan setelah melangsungkan perkawinan),
  5. Buku Nikah Suami dan Isteri atau Akta Perkawinan yang diterbitkan negara lain (Wajib bagi mereka yang menikah diluar negeri).

Sedangkan untuk yang beragama Kristen Protenstan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu pencatatan perjanjian perkawinan dilakukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (DukCapil) dibawah Kementerian Dalam Negeri. Hal ini sesuai dengan Surat Kemendagri No. 472.2/5876/Dukcapil, Pencatatan Pelaporan Perjanjian Perkawinan, tertanggal 19 Mei 2017.

Adapun dokumen administrasi yang wajib dilengkapi, seperti :

  1. Foto Copy KTP (Elektronik),
  2. Foto Copy Kartu Keluarga (KK),
  3. Foto Copy Akta Perjanjian Perkawinan yang dibuat di Notaris dan telah dilegalisir dengan ditunjukan aslinya,
  4. Kutipan Akta Perkawinan Suami dan Isteri, (Wajib bagi mereka membuat perjanjian perkawinan setelah melangsungkan perkawinan),
  5. Kutipan Akta Perkawinan Suami dan Isteri atau nama lain yang diterbitkan negara lain (Wajib bagi mereka yang menikah diluar negeri).
  6. Surat keterangan pelaporan akta perkawinan yang diterbitkan negara lain. (Wajib bagi mereka yang menikah diluar negeri).

Dengan adanya aturan diatas, maka setiap perjanjian perkawinan yang dibuat wajib dicatatkan.

Bagaimana Bila Perjanjian Perkawinan Tidak Dicatatkan ?

Apabila perjanjian perkawinan telah dibuat dihadapan notaris, namun dilupa untuk dicatatkan atau tidak dicatatkan sama sekali, apakah perjanjian perkawinan tersebut tetap sah menurut hukum ?

Pada dasarnya perjanjian perkawinan yang dibuah dihadapan notaris dianggap sah apabila dibuat berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu :

Suatu perjanjian dianggap sah, apabila memuat 4 (empat) hal, yaitu :

  1. Para pihak tanpa ada paksaan sepakat membuat perjanjian,
  2. Pihak yang membuat perjanjian cakap (tidak dibawah umur),
  3. Objek yang diperjanjikan haruslah jelas,
  4. Perjanjian yang dibuat berdasarkan clausa/ sebab yang halal.

Terkait pertanyaan diatas, maka menurut hemat kami, perjanjian perkawinan yang dibuat dihadapan notaris tanpa dicatatkan adalah tidak lah sah karena tidak berdasarkan clausa/sebab yang halal sesuai yang digambarkan pada Pasal 1320 KUHPerdata.

Adapun maksud dari “perjanjian yang dibuat wajib berdasarkan clausa/ sebab yang halal” adalah perjanjian perkawinan yang dibuat dihadapan notaris tersebut seharusnya tidak boleh bertentangan dengan Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan yang mewajibkan perjanjian perkawinan dibuat secara tertulis dan dicatatkan di Pegawai Pencatatan Perkawinan.

Akibat hukum dari perjanjian yang tidak membuat clausa/sebab yang halal adalah batal demi hukum (netig). Artinya, perjanjian perkawinan yang dibuat tidak sah dan dianggap tidak pernah ada. Selain itu, tidak mempunyai kekuatan mengikat kepada pihak luar maupun kepada pihak yang membuatnya.

Apabila anda ingin berkonsultasi terkait pembuatan atau pembatalan perjanjian pra nikah/ perjanjian perkawinan, silahkan hubungi kami legalkeluarga.id melalui  Telepon/ WhatsApp  0813-8968-6009 atau Email klien@legalkeluarga.id

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?