Undang-Undang Perkawinan memang membuka kemungkinan bagi seorang laki-laki atau suami untuk beristri lebih dari satu. Namun demikian, undang-undang tersebut tidak memberi kebebasan mutlak. Sebaliknya, UU Perkawinan menetapkan syarat dan prosedur yang sangat ketat, sehingga hanya suami yang benar-benar memenuhi ketentuan hukum yang dapat menjalankan poligami secara sah dan tercatat oleh negara.
Oleh karena itu, meskipun hukum memperbolehkan poligami, praktiknya suami harus melewati proses hukum yang panjang dan selektif. Dengan demikian, poligami di Indonesia hanya dapat terlaksana apabila suami memenuhi seluruh syarat yang ditentukan undang-undang dan peraturan pelaksananya.
Kewajiban Mengajukan Permohonan Poligami ke Pengadilan
Pertama, suami wajib mengajukan permohonan poligami ke pengadilan di wilayah tempat tinggalnya. Misalnya, apabila suami beragama Islam dan berdomisili di Jakarta Selatan, maka suami harus mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Dengan kata lain, suami tidak dapat melakukan poligami secara sepihak tanpa putusan pengadilan. Pengadilan menjadi satu-satunya lembaga yang berwenang memberikan izin poligami.
Syarat Poligami Menurut Pasal 5 UU Perkawinan
Selanjutnya, sebelum pengadilan memeriksa permohonan, suami wajib memenuhi syarat utama sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU Perkawinan, yaitu:
- Suami memperoleh persetujuan dari istri
- Suami membuktikan kemampuan untuk menjamin kebutuhan hidup istri-istri dan anak-anak
- Suami memberikan jaminan akan berlaku adil terhadap seluruh istri dan anak
Dengan demikian, undang-undang menempatkan persetujuan istri dan kemampuan ekonomi sebagai syarat yang tidak dapat diabaikan.
Alasan yang Membolehkan Pengadilan Memberi Izin Poligami
Selain syarat administratif, pengadilan hanya dapat mengabulkan permohonan poligami apabila suami memiliki alasan hukum yang sah. Pasal 4 ayat (2) UU Perkawinan secara tegas menyebutkan bahwa pengadilan hanya memberi izin apabila:
- Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri
- Istri menderita cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
- Istri tidak dapat melahirkan keturunan
Oleh sebab itu, suami tidak dapat mengajukan poligami hanya berdasarkan keinginan pribadi. Sebaliknya, suami harus membuktikan alasan tersebut secara objektif di hadapan hakim.
Syarat Tambahan Poligami bagi Suami Berstatus PNS
Selain itu, apabila suami berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka suami harus memenuhi syarat tambahan berupa izin atasan. Ketentuan ini merujuk pada PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990.
Peraturan tersebut menegaskan bahwa:
- PNS pria wajib memperoleh izin tertulis dari pejabat berwenang sebelum berpoligami
- PNS wanita dilarang menjadi istri kedua, ketiga, atau keempat
- Suami harus mengajukan permohonan izin secara tertulis dengan alasan lengkap
Dengan demikian, tanpa izin atasan, PNS tidak dapat melanjutkan proses poligami meskipun telah memenuhi syarat menurut UU Perkawinan.
Pejabat yang Berwenang Memberikan Izin bagi PNS
Lebih lanjut, peraturan menentukan bahwa pejabat yang berwenang memberikan izin meliputi:
- Menteri
- Jaksa Agung
- Pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian
- Gubernur
- Pimpinan BUMN dan BUMD
- Pejabat lain sesuai struktur instansi
Oleh karena itu, PNS harus memastikan bahwa izin diperoleh dari pejabat yang tepat sesuai jabatannya.
Tahapan Pemeriksaan Permohonan Poligami di Pengadilan
Setelah itu, pengadilan akan memeriksa permohonan poligami sesuai PP No. 9 Tahun 1975. Dalam pemeriksaan tersebut, hakim akan menilai:
- Ada atau tidaknya alasan yang sah bagi suami untuk beristri lebih dari satu
- Ada atau tidaknya persetujuan istri, baik secara tertulis maupun lisan di persidangan
- Ada atau tidaknya kemampuan ekonomi suami, yang dibuktikan dengan:
- surat keterangan penghasilan, atau
- surat keterangan pajak, atau
- dokumen lain yang dapat diterima pengadilan
- Ada atau tidaknya jaminan keadilan dari suami kepada istri-istri dan anak-anak
Selain itu, hakim wajib memanggil dan mendengar keterangan istri dalam persidangan. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan paling lambat 30 hari sejak permohonan diterima.
Putusan Pengadilan atas Permohonan Poligami
Pada akhirnya, apabila hakim menilai seluruh syarat dan alasan telah terpenuhi, maka pengadilan akan memberikan izin poligami melalui putusan resmi. Sebaliknya, apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, pengadilan akan menolak permohonan poligami.
Dengan demikian, poligami menurut UU Perkawinan bukanlah hak mutlak, melainkan hak bersyarat yang diawasi ketat oleh pengadilan.