Hukum waris Islam memiliki tiga rukun utama yang harus dipenuhi agar proses pembagian harta warisan berjalan sah menurut syariat dan hukum positif Indonesia. Banyak orang belum memahami apa saja unsur dasar kewarisan ini, sehingga sering muncul perselisihan di antara ahli waris. Karena itu, memahami rukun waris Islam menjadi bagian penting sebelum menentukan siapa saja yang berhak menerima warisan dan bagaimana harta tersebut dibagikan.
Di dalam fiqh mawaris, ulama sepakat bahwa kewarisan tidak dapat terjadi begitu saja. Proses pembagian waris baru berlaku ketika ketiga rukun ini terpenuhi. Tanpa salah satu di antaranya, warisan tidak dapat dibagikan kepada siapa pun. Artikel ini menjelaskan secara jelas dan terstruktur mengenai tiga rukun kewarisan yang wajib dipahami oleh setiap keluarga Muslim.
1. Pewaris (Al-Muwarrits)
Rukun pertama dalam hukum waris Islam adalah pewaris, yaitu orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta yang menjadi objek warisan. Kematian pewaris menjadi syarat mutlak untuk memulai proses kewarisan. Selagi seseorang masih hidup, tidak ada satu pun ahli waris yang dapat menuntut pembagian hartanya.
Dalam literatur fiqh, istilah pewaris disebut al-muwarrits. Pewaris dapat berupa laki-laki atau perempuan, tanpa melihat status sosial maupun ekonominya. Syarat pentingnya hanya satu, yaitu kematiannya terbukti secara meyakinkan. Bukti kematian dapat berupa:
- Akta kematian dari Dukcapil,
- Surat keterangan kematian dari kelurahan,
- Putusan hakim tentang kematian (bagi kasus hilang bertahun-tahun).
Selain itu, pewaris harus benar-benar memiliki harta yang akan diwariskan. Harta tersebut bisa berasal dari usaha, peninggalan keluarga, hibah yang diterima ketika hidup, maupun harta bersama dengan pasangan. Dalam hukum Islam, semua harta pewaris baru dapat dihitung sebagai warisan setelah kewajiban berikut diselesaikan:
- Biaya pengurusan jenazah
- Pelunasan utang
- Penunaian wasiat (maksimal sepertiga harta)
Setelah seluruh kewajiban tersebut terpenuhi, barulah harta pewaris dapat dibagikan kepada ahli waris sesuai ketentuan syariat.
2. Ahli Waris (Al-Warits)
Rukun kedua adalah ahli waris, yaitu keluarga yang berhak menerima harta peninggalan pewaris. Ahli waris harus memenuhi tiga syarat utama, yaitu:
- Masih hidup ketika pewaris meninggal
Artinya, orang yang telah meninggal lebih dulu tidak berhak mendapat warisan. - Tidak terhalang sebab-sebab penghalang waris (mawani’ al-irth)
Dalam fiqh, hal ini mencakup:- Membunuh pewaris,
- Perbedaan agama (kafir dan Muslim tidak saling mewarisi),
- Perbudakan (tidak berlaku di Indonesia).
- Memiliki hubungan yang sah dengan pewaris
Hubungan tersebut bisa berupa:- Hubungan darah (nasab),
- Hubungan perkawinan,
- Hubungan karena memerdekakan budak (tidak relevan untuk masa kini).
Golongan Ahli Waris Yang Diakui Syariat
Dalam fiqh mawaris, ahli waris terbagi dalam beberapa kelompok besar:
- Ahli waris dzawil furudh, yaitu ahli waris yang jumlah bagiannya telah ditentukan Al-Qur’an, seperti:
- Suami,
- Isteri,
- Ayah,
- Ibu,
- Anak perempuan,
- Cucu perempuan dari anak laki-laki,
- Saudara kandung perempuan,
- Dan beberapa kerabat lain.
- Ahli waris ‘ashabah, yaitu ahli waris yang mendapatkan sisa harta setelah bagian dzawil furudh, seperti:
- Anak laki-laki,
- Saudara laki-laki,
- Paman,
- Keturunan mereka.
Dalam praktiknya, ahli waris paling kuat (ashabah) biasanya anak laki-laki dan ayah. Anak perempuan juga berhak mendapat bagian sesuai ketentuan Al-Qur’an, yaitu setengah jika ia seorang diri dan dua pertiga jika lebih dari satu.
Ahli Waris Pengganti di Indonesia
Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia mengenal konsep ahli waris pengganti. Artinya, cucu dapat menggantikan posisi orang tuanya yang meninggal lebih dahulu dari pewaris. Namun, bagian cucu tidak boleh melebihi bagian ahli waris sederajat yang masih hidup.
Hal ini menunjukkan bahwa sistem kewarisan Indonesia telah mengadopsi penyesuaian agar tidak menimbulkan ketidakadilan bagi keturunan yang lebih muda.
3. Harta Warisan (Al-Tirkah)
Rukun terakhir adalah harta warisan, yaitu semua harta yang ditinggalkan pewaris dan dapat dialihkan kepada ahli waris. Harta warisan mencakup:
- Rumah dan tanah,
- Uang tunai,
- Logam mulia,
- Kendaraan,
- Usaha atau aset bisnis,
- Piutang yang dapat ditagih,
- Aset digital,
- Barang bergerak dan tidak bergerak lainnya.
Fiqh membedakan istilah warisan menjadi beberapa kategori, seperti irts, mirats, dan tirkah. Namun, semuanya merujuk pada benda peninggalan yang sah menurut syariat.
Harta yang Tidak Termasuk Warisan
Beberapa harta tidak masuk kategori warisan, seperti:
- Harta bersama suami-isteri yang harus dipisahkan dahulu,
- Harta hibah yang telah dipindahkan sebelum pewaris meninggal,
- Harta wakaf,
- Aset dengan status sengketa.
Setelah harta warisan dihitung secara akurat, pembagian dapat dilakukan sesuai ketentuan Al-Qur’an, hadits, serta ketentuan KHI Pasal 176 sampai dengan 193.
Mengapa Memahami Rukun Waris Islam Sangat Penting?
Banyak keluarga mengalami konflik karena tidak memahami dasar hukum kewarisan. Memahami tiga rukun ini membuat proses pembagian warisan menjadi lebih mudah dan menghindari perselisihan. Dengan mengetahui siapa pewaris, siapa ahli waris, serta apa saja harta warisannya, keluarga dapat:
- Menentukan bagian masing-masing ahli waris,
- Menghindari pembagian yang melanggar syariat,
- Menyelesaikan urusan administrasi pertanahan dan keuangan,
- Menghindari perebutan harta,
- Mengajukan permohonan penetapan ahli waris ke Pengadilan Agama bila dibutuhkan.
Pemahaman tentang rukun waris juga penting bagi pasangan yang memiliki keluarga besar, harta peninggalan, atau kondisi ahli waris yang kompleks (misalnya anak tiri, anak angkat, anak bawaan, atau cucu pengganti).
Contoh Kasus Singkat: Cara Kerja Rukun Waris Islam
Misalnya seorang ayah meninggal dunia dan meninggalkan:
- Isteri
- Dua anak laki-laki
- Satu anak perempuan
- Rumah dan tabungan sebagai harta warisan
Dalam kasus ini:
- Ayah adalah pewaris,
- Isteri dan anak-anak adalah ahli waris,
- Rumah dan tabungan disebut harta warisan.
Karena ketiga rukun ini terpenuhi, maka pembagian warisan dapat dilakukan dengan pembagian Islam, yaitu:
- Isteri: 1/8
- Anak laki-laki: dua bagian
- Anak perempuan: satu bagian
Penutup
Memahami rukun waris Islam adalah langkah pertama untuk membagikan harta warisan secara adil dan sesuai syariat. Tanpa pemahaman yang baik mengenai siapa pewaris, siapa ahli waris, dan apa harta warisannya, proses pembagian dapat menimbulkan masalah besar bagi keluarga. Dengan memahami ketiga rukun ini, pembagian warisan menjadi lebih jelas, teratur, dan sah menurut hukum agama maupun hukum negara.
Jika Anda ingin berkonsultasi mengenai sengketa waris atau pembagian warisan menurut hukum Islam, silakan hubungi legalkeluarga.id melalui WhatsApp 0813-8968-6009 atau email klien@legalkeluarga.id.