Dalam banyak penanganan perkara di Legal Keluarga, isteri sering mengajukan gugatan cerai terhadap suami. Karena itu, suami perlu bergerak cepat, memahami posisi hukum, dan menyiapkan strategi sejak awal. Selain itu, suami juga perlu menjaga sikap selama proses berjalan agar sidang tetap lancar dan hak-haknya tetap terlindungi.
Di bawah ini, kami jelaskan hal-hal penting yang perlu suami siapkan ketika menerima gugatan cerai dari isteri.
1. Baca Gugatan Isteri dan Siapkan Jawaban Tertulis
Pertama, suami harus membaca seluruh isi gugatan cerai yang isteri ajukan. Dengan membaca secara teliti, suami bisa memahami dalil, tuntutan, dan fakta yang isteri sampaikan.
Biasanya, isteri memasukkan beberapa tuntutan utama dalam gugatan cerai, seperti:
- isteri meminta pengadilan memutus perkawinan dengan perceraian,
- isteri meminta hak asuh anak yang belum berumur 12 tahun,
- isteri meminta nafkah untuk dirinya selama masa iddah,
- isteri meminta nafkah untuk anak.
Setelah itu, suami perlu menyiapkan jawaban tertulis untuk membantah, mengakui, atau mengoreksi dalil isteri. Selanjutnya, suami bisa menyusun jawaban sendiri atau meminta bantuan pihak yang memahami hukum agar jawaban tetap rapi, relevan, dan kuat.
2. Cocokkan Alasan Perceraian dengan Aturan yang Berlaku
Kedua, suami perlu memastikan alasan perceraian yang isteri tuliskan memang sesuai aturan. UU Perkawinan tidak memberi jalan cerai secara bebas. Sebaliknya, isteri harus membuktikan alasan perceraian yang diakui hukum.
Pada umumnya, isteri menulis salah satu alasan berikut:
- salah satu pihak melakukan zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan perilaku lain yang sulit disembuhkan,
- salah satu pihak meninggalkan pasangan selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan sah,
- salah satu pihak menjalani hukuman penjara 5 tahun atau lebih setelah perkawinan berlangsung,
- salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pasangan,
- salah satu pihak mengalami cacat badan atau penyakit sehingga tidak mampu menjalankan kewajiban sebagai suami/isteri,
- suami dan isteri terus-menerus berselisih dan bertengkar serta tidak memiliki harapan hidup rukun kembali.
Selain itu, untuk pasangan beragama Islam, isteri juga bisa menambahkan alasan:
- suami melanggar taklik talak, atau
- salah satu pihak berpindah agama (murtad) sehingga memicu ketidakrukunan rumah tangga.
Namun, isteri tidak perlu membuktikan semuanya. Biasanya, isteri cukup memilih satu alasan. Bahkan, alasan “terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan hidup rukun lagi” menjadi alasan yang paling sering muncul di Pengadilan.
Agar hakim mengabulkan gugatan, isteri biasanya menyiapkan bukti, misalnya:
- buku nikah,
- KTP,
- kartu keluarga (KK),
- akta kelahiran anak,
- serta 2 orang saksi dari keluarga atau orang terdekat.
Karena itu, suami perlu mengecek kekuatan bukti isteri. Apabila isteri tidak bisa membuktikan alasan perceraian secara meyakinkan, maka suami bisa meminta hakim menolak gugatan.
3. Pastikan Isteri Mengajukan Gugatan di Pengadilan yang Berwenang
Ketiga, suami perlu memastikan isteri mengajukan gugatan cerai di pengadilan yang tepat. Sebab, isteri bisa saja salah memilih pengadilan. Jika itu terjadi, suami bisa mengajukan keberatan agar hakim menyatakan gugatan tidak dapat diterima.
Pasal 73 ayat (1) UU Pengadilan Agama menyatakan:
“Gugatan cerai yang diajukan isteri terhadap suami diajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal isteri, kecuali isteri dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama.”
Artinya, pada prinsipnya isteri mengajukan gugatan di wilayah tempat tinggal isteri. Namun, jika isteri sengaja meninggalkan kediaman bersama, maka aturan bisa berubah sesuai kondisi faktanya.
Contoh: suami dan isteri tinggal dan ber-KTP di Jakarta Utara. Namun, isteri pindah dan tinggal di rumah saudaranya di Jakarta Barat karena sering bertengkar. Dalam kondisi ini, isteri mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Jakarta Barat, bukan ke Pengadilan Agama Jakarta Utara.
4. Pastikan Isteri Tidak Menggabungkan Gugatan Cerai dengan Gugatan Gono-Gini
Keempat, suami perlu memeriksa apakah isteri menggabungkan gugatan cerai dengan tuntutan pembagian harta bersama (gono-gini). Dalam praktik, isteri biasanya tidak menggabungkan dua perkara itu dalam satu gugatan. Sebaliknya, isteri sering mengajukan gugatan gono-gini setelah pengadilan memutus perkara cerai dan hak asuh anak.
Karena itu, bila isteri memasukkan tuntutan gono-gini dalam gugatan cerai, suami dapat mengajukan keberatan dan meminta hakim memisahkan perkara atau menolak penggabungan tersebut sesuai ketentuan acara yang berlaku.
5. Pahami Pola Hak Asuh Anak di Bawah 12 Tahun
Kelima, suami perlu memahami pola putusan hakim terkait hak asuh anak. Jika anak masih di bawah 12 tahun, hakim biasanya memberikan hak asuh kepada ibu.
Pasal 105 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan:
“Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya.”
Namun, aturan ini tidak otomatis berlaku dalam semua keadaan. Dalam kondisi tertentu, suami bisa meminta hakim memberikan hak asuh kepada ayah. Misalnya, suami bisa membuktikan hal-hal berikut:
- ibu meninggalkan anak dalam waktu lama,
- ibu sering mabuk dan sering keluar malam,
- ibu menggunakan narkoba,
- ibu mengalami gangguan jiwa,
- ibu mengidap penyakit yang membahayakan anak.
Meski begitu, suami wajib membuktikan alasan tersebut secara objektif. Misalnya, jika suami menuduh ibu mengalami gangguan jiwa, suami harus menyertakan bukti medis dari dokter dan keterangan saksi. Jika suami tidak menunjukkan bukti yang kuat, maka hakim biasanya tetap memberikan hak asuh kepada ibu.
6. Pahami Perkiraan Lama Proses Gugatan Cerai
Keenam, suami perlu memahami perkiraan waktu penyelesaian perkara. Umumnya, pengadilan menyelesaikan gugatan cerai dalam waktu sekitar 2 sampai 3 bulan, dengan jadwal sidang sekitar satu kali setiap minggu.
Namun, sidang bisa berjalan lebih lama bila salah satu pihak jarang hadir. Selain itu, jika suami sebagai tergugat terus mangkir, hakim bisa menjatuhkan putusan verstek karena suami tidak hadir meskipun pengadilan sudah memanggil secara patut.
Karena itu, suami sebaiknya hadir, menyiapkan jawaban, dan mengikuti proses sidang agar suami tetap mengontrol jalannya perkara.
Konsultasi Gugatan Cerai, Hak Asuh Anak, dan Gono-Gini
Apabila Anda ingin berkonsultasi terkait gugatan perceraian, hak asuh anak, serta pembagian harta bersama (gono-gini) di pengadilan, silakan hubungi legalkeluarga.id melalui:
📞 Telepon / WhatsApp: 0813-8968-6009
📧 Email: klien@legalkeluarga.id