Dalam praktik pembagian warisan, para ahli waris terlebih dahulu mengurus Surat Keterangan Waris (SKW) atau Akta Keterangan Hak Mewaris. Dokumen ini berfungsi sebagai dasar hukum untuk membuktikan siapa saja ahli waris yang sah atas harta peninggalan pewaris.
Pada tahap awal, ahli waris Warga Negara Indonesia (WNI) pribumi biasanya menyusun Surat Keterangan Waris di bawah tangan. Para ahli waris menandatangani surat tersebut, menghadirkan dua orang saksi, lalu meminta pengesahan dari Kepala Desa atau Kelurahan serta Camat di tempat terakhir pewaris tinggal.
Sebaliknya, ahli waris WNI keturunan Tionghoa wajib membuat Akta Keterangan Hak Mewaris di hadapan notaris. Notaris bertindak sebagai pejabat berwenang yang meneliti identitas ahli waris serta hubungan hukum mereka dengan pewaris.
Pada prinsipnya, setiap pembuatan Surat Keterangan Waris maupun Akta Keterangan Hak Mewaris harus melibatkan seluruh ahli waris tanpa kecuali. Apabila salah satu ahli waris telah meninggal dunia, para pihak tetap harus memasukkan ahli waris pengganti, yaitu keturunan dari ahli waris yang telah meninggal tersebut.
Ahli Waris Tidak Dicantumkan, Apakah Akta Waris Bisa Dibatalkan?
Secara normatif, proses pembuatan surat atau akta waris seharusnya tidak menghilangkan satu pun ahli waris. Pejabat yang berwenang, termasuk notaris, wajib memeriksa dan memastikan seluruh ahli waris tercantum secara lengkap dan benar.
Namun demikian, dalam praktik lapangan, masalah tetap dapat muncul. Salah satu penyebab utamanya adalah penggunaan surat kuasa. Ketika seorang ahli waris tidak hadir dan menunjuk pihak lain sebagai kuasa, pihak tertentu dapat menyalahgunakan kondisi tersebut. Akibatnya, oknum bisa saja memalsukan surat kuasa atau dengan sengaja tidak mencantumkan ahli waris tertentu dalam akta waris.
Dalam kondisi seperti ini, ahli waris yang tidak dimasukkan memiliki hak hukum untuk mengajukan gugatan pembatalan terhadap Surat Keterangan Waris atau Akta Keterangan Hak Mewaris tersebut.
Contoh Kasus Pembatalan Akta Keterangan Hak Mewaris
Salah satu contoh nyata muncul dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 32/Pdt.G/2015/PN.Sby. Dalam perkara tersebut, penggugat mengajukan gugatan pembatalan Akta Keterangan Hak Mewaris yang dibuat oleh ahli waris lain di hadapan notaris.
Penggugat secara tegas menyatakan bahwa dirinya tidak pernah mengurus, menandatangani, maupun memberikan kuasa untuk pembuatan akta tersebut. Oleh karena itu, penggugat menilai akta waris tersebut cacat hukum dan merugikan haknya sebagai ahli waris.
Setelah memeriksa bukti dan keterangan para pihak, majelis hakim akhirnya mengabulkan gugatan penggugat. Dalam amar putusannya, pengadilan menyatakan:
- Penggugat merupakan ahli waris yang sah
- Pembuatan Akta Keterangan Hak Mewaris tersebut merupakan perbuatan melawan hukum
- Akta Keterangan Hak Mewaris tersebut tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum
Putusan ini sekaligus menegaskan bahwa akta waris yang tidak mencantumkan seluruh ahli waris dapat dibatalkan melalui pengadilan.
Kesimpulan
Dengan demikian, apabila seorang ahli waris tidak masuk dalam Surat Keterangan Waris atau Akta Keterangan Hak Mewaris, ahli waris tersebut tetap dapat memperjuangkan haknya secara hukum. Selama ahli waris dapat membuktikan bahwa proses pembuatan akta mengandung cacat hukum, pemalsuan, atau penghilangan hak, pengadilan berwenang membatalkan akta waris tersebut.
Jika Anda menghadapi sengketa warisan atau ingin mengajukan pembatalan Surat Keterangan Waris maupun Akta Keterangan Hak Mewaris, Anda dapat berkonsultasi melalui Legal Keluarga.
📞 Telepon / WhatsApp: 0813-8968-6009
📧 Email: klien@legalkeluarga.id