Artikel

Pembagian Harta Gono Gini Tidak Selalu Sama Rata ?

Banyak literatur hukum dan peraturan perundang-undangan di Indonesia menjelaskan bahwa ketika perceraian terjadi, mantan suami dan mantan istri harus membagi harta bersama atau harta gono-gini secara sama rata. Pada umumnya, pengadilan membagi harta bersama dengan komposisi 1/2 (seperdua) untuk mantan suami dan 1/2 (seperdua) untuk mantan istri.

Namun demikian, dalam praktik peradilan, hakim tidak selalu membagi harta gono-gini secara sama rata. Oleh karena itu, penting bagi Anda memahami dasar hukum dan contoh putusan pengadilan yang menunjukkan pembagian tidak seimbang.

Dasar Hukum Pembagian Harta Gono-Gini

Undang-Undang Perkawinan mengatur konsep harta bersama secara tegas. Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Dengan ketentuan ini, hukum menetapkan bahwa harta yang suami dan istri peroleh selama perkawinan tidak lagi bersifat pribadi.

Selain itu, Mahkamah Agung juga membentuk yurisprudensi yang memperkuat prinsip pembagian sama rata. Melalui Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1448 K/Sip/1974, Mahkamah Agung menegaskan bahwa ketika perceraian terjadi, mantan suami dan mantan istri harus membagi harta bersama secara sama rata.

Dengan dasar hukum ini, banyak pihak beranggapan bahwa pembagian harta gono-gini selalu berakhir dengan pembagian setengah-setengah.

Apakah Harta Gono-Gini Selalu Dibagi Sama Rata?

Meskipun hukum dan yurisprudensi mengatur pembagian sama rata, praktik peradilan menunjukkan kenyataan yang berbeda. Dalam jurnal karya Siah Khosyi’ah, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati, penulis menjelaskan bahwa hakim tidak selalu menerapkan pembagian 1/2 banding 1/2 dalam sengketa harta bersama.

Penelitian tersebut menemukan beberapa putusan pengadilan di Indonesia yang membagi harta gono-gini secara tidak seimbang. Hakim mempertimbangkan aspek keadilan, kontribusi masing-masing pihak, serta perilaku selama perkawinan.

Contoh Putusan Pengadilan yang Membagi Harta Tidak Sama Rata

Putusan PTA Bandung yang Mengubah Putusan PA Cimahi

Pengadilan Tinggi Agama Bandung melalui Putusan Nomor 248/Pdt.G/2010/PTA Bdg membatalkan Putusan Pengadilan Agama Cimahi Nomor 96/Pdt.G/2010/PA Cmhi. Pengadilan tingkat pertama sebelumnya membagi harta bersama secara sama rata antara janda dan duda.

Namun, Pengadilan Tinggi Agama Bandung memutus pembagian yang berbeda. Dalam putusan tersebut, majelis hakim memberikan 1/3 (sepertiga) bagian kepada duda atau mantan suami dan 2/3 (dua pertiga) bagian kepada janda atau mantan istri. Hakim mendasarkan putusan ini pada pertimbangan keadilan dan peran masing-masing pihak selama perkawinan.

Putusan Mahkamah Agung yang Membatalkan Putusan PTA Yogyakarta

Dalam perkara lain, Pengadilan Agama Bantul melalui Putusan Nomor 229/Pdt.G/2009/PA Btl membagi harta bersama secara tidak sama rata. Pengadilan memberikan 3/4 (tiga perempat) bagian kepada Penggugat dan 1/4 (seperempat) bagian kepada Tergugat.

Pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta membatalkan putusan tersebut dan memerintahkan pembagian sama rata. Namun, Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 226 K/AG/2010 justru membatalkan putusan banding dan menguatkan putusan Pengadilan Agama Bantul.

Mahkamah Agung mempertimbangkan adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimbulkan dampak fisik dan psikis terhadap pihak istri. Oleh karena itu, Mahkamah Agung menilai pembagian sama rata tidak mencerminkan rasa keadilan.

Putusan Lain dengan Pembagian yang Lebih Timpang

Dalam beberapa putusan lain, Mahkamah Agung bahkan memberikan 1/5 (seperlima) bagian kepada mantan suami dan 4/5 (empat perlima) bagian kepada mantan istri. Hakim mendasarkan putusan tersebut pada fakta bahwa mantan suami tidak memiliki pekerjaan tetap dan memiliki perilaku buruk, seperti kebiasaan mengonsumsi minuman keras. Selain itu, hakim menilai bahwa penghasilan keluarga selama perkawinan sebagian besar berasal dari istri.

Dengan pertimbangan ini, hakim memutus pembagian harta gono-gini secara tidak sama rata demi keadilan substantif.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut, pembagian harta gono-gini tidak selalu harus dibagi sama rata. Meskipun hukum dan yurisprudensi mengatur pembagian 1/2 banding 1/2, hakim tetap dapat menyimpang dari ketentuan tersebut apabila terdapat alasan yang kuat. Alasan tersebut dapat berupa kontribusi ekonomi yang tidak seimbang, perilaku buruk, atau adanya kekerasan dalam rumah tangga.

Oleh karena itu, setiap perkara harta gono-gini sangat bergantung pada fakta dan pembuktian di persidangan.

Konsultasi Hukum di Legal Keluarga

Jika Anda sedang menghadapi sengketa pembagian harta gono-gini atau mencari pengacara perceraian di Jakarta yang profesional dan solutif, Anda dapat menghubungi Legal Keluarga.

📞 Telepon / WhatsApp: 0813-8968-6009
📧 Email: klien@legalkeluarga.id
🌐 Website: legalkeluarga.id

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?