Artikel

Mekanisme Perwalian Anak dibawah Umur

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan dianggap belum cukup umur untuk melakukan perbuatan hukum.

Segala perbuatan hukum yang dilakukan anak yang belum cukup umur akan dianggap batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada. Oleh karena itu, penting bagi para orang tua untuk memperhatikan hal tersebut agar tidak terjadi kesalahan.

Dalam praktek, orang tua anak merupakan pihak yang dapat mewakili anak untuk melakukan perbuatan hukum bila anak tersebut belum cukup umur atau belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin.

Namun beberapa permasalahan yang sering muncul terkait perwalian anak dibawah umur, yaitu:

  1. Apabila salah satu orang tua yang meninggal dunia, siapakah yang berhak mewakili anak melakukan perbuatan hukum ? atau
  2. Apabila kedua orang tua telah meninggal dunia, siapakah yang berhak mewakili anak melakukan perbuatan hukum ?

Pasal 50 ayat UU No. 1/1974 tentang Perkawinan menyebutkan :

  1. Anak yang belum mencapai umur 18 (depalan belas) tahun atau belum pernah melakukan perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasan wali;
  2. perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.

Dari ketentuan Pasal 50 diatas dapat disimpulkan orang yang berhak mewakili anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun adalah orang tuanya, namun untuk anak sudah tidak memiliki orang tua atau anak tersebut tidak berada dalam kekuasaan orang tua, maka yang berhak mewakili anak adalah “wali dari anak”.

Pihak Yang Dapat Menjadi Wali Anak di Bawah Umur ?

Wali atau Perwalian dapat diartikan sebagai orang tua pengganti untuk anak yang belum cakap atau cukup umur melakukan perbuatan hukum.

Dalam Pasal 51 ayat (2) UU No. 1/1974 tentang Perkawinan menyebutkan pada prinsipnya “wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik.”

Sedangkan dalam Pasal 107 ayat (4) KHI menyebutkan  “wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau oranglain yang sudah dewasa, berpiiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik atau badan hukum.”

Baca Juga : Cara Menjual Warisan Anak Dibawah Umur

Apabila mencermati ketentuan diatas, maka yang berhak menjadi wali dari anak dibawah umur adalah :

  1. Orang tua  dari anak yang masih hidup bila salah satu telah meninggal dunia;
  2. Apabila kedua orang tua anak telah meninggal dunia, maka yang diutamakan menjadi wali  dari anak adalah keluarga atau kerabat terdekat seperti kakek, nenek, saudara, tante atau paman atau  kelurga lain yang memiliki hubungan pertalian darah;
  3. Apabila kedua orang tua sudah meninggal dunia atau tidak diketahui keberadaannya, maka yang dapat diangkat menjadi wali anak adalah orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik atau badan hukum.

Cara Diangkat Menjadi Wali Anak Bawah Umur ?

Untuk menjadi seorang wali atau diangkat sebagai perwalian anak di bawah umur, maka terdapat 2 (dua) cara, yaitu :

1. Ditunjuk melalui “Surat Wasiat” atau diangkat dengan “Lisan” di hadapan 2 (dua) orang saksi

Pasal 51 ayat (1) UU No. 1/1974 menjelaskan wali dapat ditunjuk oleh orang tua anak sebelum meninggal melalui “surat wasiat” atau dengan “lisan” di hadapan 2 (dua) orang saksi.

Pasal 108 KHI juga menjelaskan orang tua dapat mewasiatkan kepada seseorang atau badan hukum untuk melakukan perwalian terhadap anak-anaknya sesudah ia meninggal dunia.

Dengan demikan, peran penting orang tua anak sangat menentukan bila seorang kerabat ingin diangkat menjadi wali melalui penunjukan setelah orang tua tersebut meninggal dunia.

2. Melalui Penetapan / Putusan Pengadilan

Seseorang juga dapat ditetapkan menjadi wali dari anak melalui penetapan / putusan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama.

Umumnya permohonan perwalian anak untuk Bergama Islam diajukan ke Pengadilan Agama dan untuk yang beragama Non Islam pengajukan permohonan perwalian dilakukan ke Pengadilan Negeri.

Namun dalam prakteknya, permohonan perwalian anak untuk beragama Islam dapat diajukan ke Pengadilan Negeri.

Ketentuan mengenai pengangkatan wali anak melalui pengadilan dapat dilihat dalam Pasal 359  s/d Pasal 364 KUHPerdata. Selain itu, diatur juga dalam Pasal 107 ayat (3) menyebutkan  “bila wali tidak mampu berbuat atau lalai melaksanakan tugas perwaliannya, maka pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat untuk bertindak sebagai wali atas permohonan kerabat tersebut.”

Kewajiban Wali Anak Itu Apa Aja ?

Pasal 50 ayat (2) UU No. 1/1974 menyebutkan “ Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.”

Selain itu, dalam Pasal 110 ayat (1) KHI menyebutkan  “Wali berkewajiban mengurus diri dan harta orang yang berada di bawah perwaliannya dengan sebaik-baiknya dan berkewajiban memberikan bimbingan agama, pendidikan dan keterampilan lainnya untuk masa depan orang yang berada di bawah perwaliannya. “

Baca Juga : Cara Memberikah Hibah Anak dibawah Umur

Dari ketentuan diatas, maka dapat disimpulkan kewajiban wali adalah sebagai berikut :

1. Sebagai wali dari anak yang mengurus diri atau pribadi anak

Mengurus diri dan pribadi anak artinya mengurus segala keperluan anak seperti memberikan tempat tinggal yang layak, memberikan kebutuhan hidup sehari-hari anak seperti makan, minum dan hiburan anak serta memberikan pendidikan yang baik untuk anak kedepannya.

2. Sebagai wali dari anak yang mengurus harta benda anak

Apabila anak memiliki harta benda sebagai ahli waris dari orang tuanya meninggal, maka wali dapat bertindak sebagai pihak yang akan mengurus harta milik anak tersebut termasuk apabila menjual harta anak dibawah umur untuk kepentingan kebutuhan hidup dan pendidikan anak.

Seorang waji dapat diminta pertanggungjawabannya secara hukum jika melakukan tindakan merugikan anak dalam melakukan pengelolaan harta milik anak. Hal ini diatur dalam Pasal 50 ayat (5) UU No. 1/1974 :

“  Wali bertanggung-jawab tentang harta benda anak yang berada dibawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya.”

Selain itu, dalam Pasal 110 KHI juga menyebutkan :

“ Wali bertanggung jawab terhadap harta orang yang berada di bawah perwaliannya, dan mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat kesalahan atau kelalaiannya.”

Perwalian Dapat Dicabut atau Dibatalkan Pengadilan

Wali dapat diartikan sebagai orang tua sementara dari anak dibawah umur agar anak tersebut dapat melakukan perbuatan hukum terhadap dirinya sendiri atau terhadap harta bendanya.

Oleh karena itu apabila seseorang dapat penunjukan sebagai wali untuk anak dibawah umur, maka seseorang yang ditunjuk tersebut tidak boleh melakukan pelanggaran hukum seperti melakukan tindakan penggelapan/ menjual asset milik anak seenaknya atau melakukan tindakan kekerasan terhadap anak, hal ini dikarenakan pengadilan dapat membatalkan atau mencabut perwalian anak tersebut.

Pasal 53 UU No. 1 Tahun 1974 menyebutkan  seorang Wali dapat dicabut dari kekuasaannya, dalam hal-hal melakukan perbuatan melalaikan kewajiban dan hak-hak anak, serta berperilaku buruk. Apabila pengadilan mencabut perwalian, maka pengadilan akan menunjuk orang lain lagi sebgai wali.

Demikian juga Pasal 109  KHI menyebutkan Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian seseorang atau badan hukum dan menindahkannya kepada pihak lain atas permohonan kerabatnya bila wali tersebut pemabuk, penjudi, pemboros,gila dan atau melalaikan atau menyalah gunakan hak dan wewenangnya sebagai wali demi kepentingan orang yang berada di bawah perwaliannya.

_____________________________

Bila ingin berkonsultasi terkait terkait permohonan perwalian anak di bawah umur ke pengadilan negeri atau pengadilan agama, silahkan hubungin kami legalkeluarga.id melalui :

Telepon/ WhatsApp : 0813-8968-6009

Email : klien@legalkeluaga.id

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp